Find us on Facebook

Home » , , » Klasifikasi dan Ciri-Ciri Anak Berkebutuhan Khusus

Klasifikasi dan Ciri-Ciri Anak Berkebutuhan Khusus

Posted by PAUD ANAK CERDAS on Wednesday, February 4, 2015


Klasifikasi dan Karakteristik Berdasarkan Kecacatan Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah Anak Luar Biasa dan anak cacat berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam Anak Berkebutuhan Khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tuna wicara . Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, Anak Berkebutuhan Khusus memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
1.      Klasifikasi dan ciri-ciri
a.       Tunarungu
Tuna rungu adalah anak yang mengalami hambatan atau kelainan dalam segi pendengaran dan kesulitan komunikasi.
Tuna rungu (hearing impairment) merupakan satu istilah umum yang menunjukkan ketidakmampuan mendengar dari yang ringan sampai yang berat sekali yang digolongkan kepada tuli (deaf) dan kurang dengar (a hard of hearing).
1)      Klasifikasi Tunarungu
Tuna rungu dapat diklasifikasikan berdasarkan empat hal, yaitu:
a)      Tunarungu ringan (mild hearing loss)
Siswa yang tergolong tunarungu ringan mengalami kehilangan pendengaran antara 27-40 dB, ia sulit mendengar suara yang jauh sehingga membutuhkan tempat duduk yang letaknya strategis
b)      Tuna rungu sedang (moderate hearing loss)
Siswa yang tergolong tunarugu sedang mengalami kehilangan pendengaran anatara 41-55 dB, ia dapat mengerti percakapan dari jarak 3-5 feet secara berhadapan ( face to face), tetapi tidak dapat mengikuti diskusi kelas. Ia membutuhkan alat bantu dengar serta terapi bicara.
c)      Tunarungu agak berat (moderately severe hearing loss)
Siswa yang tergolong tunarungu agak berat mengalami kehilangan pendengaran antara 56-70 dB, ia hanya dapat mendengar suara dari jarak dekat sehingga ia perlu menggunakan hearing aid.
d)     Tunarungu (severe hearing loss)
Siswa yang tergolong tunarungu berat mengalami kehilangan pendengaran antara 71-90 dB, sehingga ia hanya dapat mendengar suara-suara yang keras dari jarak dekat.
e)      Tunarungu berat sekali (profound hearing loss)
Siswa yang tergolong tunarungu berat sekali mengalami kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB, mungkin ia masih mendengar suara yang keras, tetapi ia lebih menyadari suara melalui getarannya (visbratiaons) dari pada melalaui pola suara.
Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a)      Ketunarunguan prabasa (prelingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa berkembang.
b)      Ketunarunguan pascabahasa (post lingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah kemampuan bicara dan bahasa berkembang.
Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a)      Tunarungu tipe konduktif, yaitu kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga bagian luar dan tengah yang berfungsi sebagai alat konduksi atau pengantar getaran suara menuju telinga bagian dalam.
b)      Tunarungu tipe sensorineural, yaitu yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga dalam serta saraf pendengaran (nervus chochlearis)
c)      Tunarungu tipe campuran yang merupakan gabungan tipe konduktif dan sensorineural, artinya kerusakan terjadi pada telinga pada telinga luar/tengah dengan telinga dalam/saraf pendengar
Berdasarkan etiologi atau usulnya ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut:
a)      Tunarungu endogen, yaitu yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan)
b)      Tunarungu eksogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor non genetik (bukan keturunan)
2)      Karakteristik Tunarungu
Adapun untuk karakteristik anak tunarungu terbagi menjadi tiga yaitu:
a)      Karakteristik anak tuna rungu dalam aspek akademik
Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata pelajaran yang bersifat nonverbal dengan anak normal seusianya.
b)      Karakteristik anak tunarungu dalam aspek sosial-emosional adalah sebagai berikut:
o   Pergaulan terbatas sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.
o   Sifat egosentris yang melebihi anak normal, yang ditujukandengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaaan orang lain, sukarnya menyesuaikan diri serta tindakannya lebih terpusat pada”aku-ego” sehingga kalau ada keinginan, harus selalu terpenuhi.
o   Perasaaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri.
o   Perhatian anak tunarungu sulit dialihkan, apabila ia sudah menyenangi satu benda atau pekerjaan tertentu.
o   Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
o   Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain
3)      Karakteristik tunarungu dari segi fisik/kesehatan adalah sebagai berikut;
Jalannya kaku dan agak membungkuk (jika organ keseimbangannya yang ada pada telinga bagian dalam terganggu, gerak matanya lebih cepat, gerakan tangannya cepat/lincah, dan peranapasannya lebih pendek, sedangkan dalam aspek kesehatan, pada umumnya sama dengan orang yang normal lainnya.
b.      Tunagrahita
Banyak terminologi yang digunakan menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya dibawah rata-rata. Dalam Bahasa Indonesia, istilah yang pernah digunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita, dan tunagrahita.
Jadi tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan atau kelainan dalam hal kemampuan intelengensi yang berada dibawah rata-rata normal.
1.      Klasifikasi Tunagrahita
Pengklasifikasian anak tunagrahita penting dilakukan untuk mempermudah guru dalam menyusun program dan melaksanakan layanan pendidikan. Penting untuk memahami bahwa pada anak tunagrahita terdapat perbedaan individual yang variasinya sangat besar.
Pengklasifikasian ini pun bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu maupun perubahan pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita. Klasifikasi anak tunagrahita yang telah lama dikenal adalah debil ( IQ 50-75), imbecile( IQ 25-50), dan idiot (IQ 0-25). Sedangkan klasifikasi yang dilakukan oleh kaum pendidik di Amerika adalah educable mentally retarded (mampu didik), trainable mentally retarded (mampu latih) dan totally/custodial dependent (mampu rawat).
Selain klasifikasi diatas ada pula pengelompokan berdasarkan kelainan jasmani yang disebut tipe klinik. Tipe-tipe klinik yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a)      Down syndrome (Mongoloid)
Anak Tunagrahita jenis ini disebut demikian karena memiliki raut muka menyerupai orang mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik
b)      Kretin (Cebol)
Anak ini memperlihatkan ciri-ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat
c)       Hydroceptal
Anak ini memiliki cirri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
d)      Microcepal
Anak ini memiliki ukuran kepala yang kecil
e)      Anak ini memiliki ukuran yang besar dari ukuran normal.

2.      Karakteristik anak tunagrahita
Karakteristik anak tunagrahita dapat dibagi secara umum dan khusus. Secara umum karakteristik anak tunagrahita dapat ditinjau dari segi akademik, sosial emosional, fisik/kesehatan.
a.       Akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, lebih-lebih kapasitasnya mengenai hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (rote learning) dari pada dengan pengertian. Dari hari kehari mereka membuat kesalahan yang sama. Mereka cenderung menghindar dari perbuatan berpikir. Mereka mengalami kesukaran memusatkan perhatian, dan lapangan minatnya sedikit. Mereka juga cenderung cepat lupa, sukar membuat kreasi baru, serta rentang perhatiannya pendek.
b.      Sosial/emosional
Dalam pergaulan anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara dan memimpin diri. Ketika masih muda mereka harus dibantu terus karena mereka mudah terperosok kedalam tingkah laku yang kurang baik. Mereka cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak yang lebih muda darinya.
Kehidupan penghayatanya terbatas. Mereka juga tidak mampu tidak mampu menyatakan rasa bangga dan kagum. Mereka mempunyai kepribadian yang kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan luas. Mereka juga mudah disugesti atau dipengaruhi sehingga tidak jarang dari mereka mudah terperosok kehal-hal yang tidak baik, seperti mencuri, merusak, dan pelanggaran seksual.
Namun dibalik itu semua mereka menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakuan yang kondusif.
c.       Fisik/kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia yang lebih tua dari anak normal. Bagi anak tunagrahita yang berat dan sangat berat kurang merasakan sakit, bau badan tidak enak, badannya tidak segar tenaganya kurang mempunyai daya tahan dan banyak yang meninggal pada usia muda . Mereka mudah terserang penyakit keterbatasan memelihara diri serta tidak memahami cara hidup sehat.
Adapun secara khusus karakteristik anak tunagrahita dapat digolongkan menurut tingkat ketunagrahitaanya.
a.       Karakteristik tunagrahita ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut skala Binet, sedangakan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih mampu dididik dan dikembangkan dalam hal: membaca, menulis, mengeja, dan berhitung, menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain.
Meskipun tidak dapat menyamai anak normal seusia dengannya, mereka masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana. Pada usia 16 tahun atau lebih mereka dapat mempelajari bahan yang tingkat kesukarannya sama dengan kelas 3 dan kelas 5 SD. Kematangan belajar membaca baru dicapai pada umur 9 tahun dan 12 tahun sesuai dengan kecepatan berat dan ringannya kelainan. Mereka dapat bergaul dan mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Sesudah dewasa banyak diantara mereka yang mampu berdiri sendiri. Pada usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia anak normal 9 dan 12 tahun.
b.      Karakteristik anak Tunagrahita sedang
Anak tunagrahita sedang atau (imbesil). Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada skala Binet dan 54-40 menurut skala Weschler (WISC), hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik. Perkembangan bahasanya lebih terbatas dari pada anak tunagrahita ringan. Mereka dapat berkomunikasi dengan beberapa kata. Mereka dapat membaca dan menulis, seperti namanya sendiri, alamatnya, nama orang tuanya, dan lain-lain. Mereka mengenal angka-angka tanpa pengertian. Namun demikian, mereka masih memiliki potensi untuk mengurus diri sendiri. Mereka dapat dilatih untuk mengerjakan sesuatu secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti dan menghargai hak milik orang lain.
c.       Karakteristik anak tunagrahita berat dan sangat berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat (idiot) kelompok ini menurut skala Binet memiliki IQ antara 32-20 dan menurut skala weschler (WISC) adalah 39-25, hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri (makanan, berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus dibantu). Mereka tidak dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Ia juga tidak dapat bicara kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan kata-kata atau tanda sederhana saja. Kecerdasannya walaupun mencapai usisa dewasa berkisar seperti anak normal usia paling tinggi 4 tahun. Untuk menjaga kestabilan fisik dan kesehatannya mereka perlu diberikan kegiatan yang bermanfaatnya, seperti mengampelas memindahkan benda, mengisi karung dengan beras sampai penuh.
c.       Tunawicara
Anak dengan hendaya pendengaran dan bicara (tunarungu tunawicara), pada umumnya mereka mengalami hambatan pendengaran dan kesulitan melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain.
Bila dibandingkan dengan anak cacat lainnya, penderita tunawicara cenderung tergolong yang paling ringan, karena secara lahiriah mereka tidak kelihatan memiliki kelainan dan tampak seperti orang normal. Salah satu penyebab yang paling sering terjadi pada Tunawicara adalah gangguan pendengaran yang tidak terdeteksi secara dini, karena permasalahan paling mendasar yang dialami seorang tuli adalah kurang mendapat stimulasi bahasa sejak lahir
1)      Klasifikasi
a)      Tunarungu/Tunawicara Ringan:
Mampu mendengar dan mengulangi kata-kata yang diucapkan dengan suara normal/biasa pada jarak 1 meter (kemampuan daya dengar kesetaraan audiometrik: 26-40 dB)
b)      Tunarungu/Tunawicara Sedang:
Mampu mendengar dan mengulangi kata-kata yang diucapkan dengan suara yang diperkeras dengan jarak 1 meter (kemampuan daya dengar kesetaraan audiometrik 41-60dB).
c)      Tunarungu/Tunawicara Berat:
d)     Mendengar kata-kata yang disampaikan dengan berteriak pada sisi telinga yang sehat (kemampuan daya dengar kesetaraan audimetrik 61-80 dB).
e)      Karakteristik
Anak Tunarungu/Tunawicara mengalami gangguan komunikasi secara verbal karena kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya, sehingga mereka menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi, oleh karena itu pergaulan dengan orang normal mengalami hambatan. Selain itu mereka memiliki sifat ego-sentris yang melebihi anak normal, cepat marah dan mudah tersinggung. Kesehatan fisik pada umumnya sama dengan anak normal lainnya.


2 comments:

  1. 🎉BEMF PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA PROUDLY PRESENT🎉

    Talkshow Anak Berkebutuhan Khusus
    "Keterbatasan Bukan Batasan"

    Ini merupakan salah satu rangkaian acara PIASE 2016 "Psychology Innovation In Art Social And Education"

    Acara ini bertujuan untuk :
    ✔Membuka dan mengubah paradigma masyarakat bahwa keterbatasan bukan sebuah batasan.
    ✔Memberikan motivasi berprestasi tanpa memandang kekurangan dan keterbatasan
    ✔Memberikan pengetahuan bagaimana cara penanganan anak berkebutuhan khusus
    ✔Memberikan solusi serta pencegahan terhadap penyebab fenomena sosial tentang kekerasan terhadap anak yang meningkat setiap tahunnya

    Dengan pembicara :
    • Arist Merdeka Sirait (Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak)
    • Katarina Ira Puspita M.Psi (Psikolog Klinis Anak)

    Special Performance :
    • Zelda Maharani (Kontestan Mamamia 2014)

    Tempat dan tanggal :
    Rabu, 25 Mei 2016
    @Auditorium D462, Universitas Gunadarma Kampus D, Depok

    HTM 40K [Ilmu&Pengetahuan, Sertifikat, Snack, Seminar Kit, Doorprize]

    Feel excited? Wanna join and participate? Open for public!

    Registrasi & Informasi lebih lanjut hubungi :
    👇👇
    📲 Kampus J :
    Nama: Caca
    Id line: sybn17
    Wa: 081391441127
    📲 Kampus K
    Fitria Lita Gustin
    Id Line: fitrialitagustin
    Wa : 089661560864
    📲 Kampus D
    Olyn dianisha
    Id line : olyndianisha
    Wa : 085272629924

    Salam, #SatuPsikologi #PIASE2016

    ReplyDelete
  2. Yogya Music Therapy Camp

    Music Therapy bermaksud menolong anak dan dewasa untuk mengoptimalkan hidup melalui terapi yang menggunakan musik. Tidak perlu kemampuan bermain musik apapun untuk mendapatkan manfaat dari terapi musik kami.

    Program terapi musik sesuai untuk individu dengan kesulitan konsentrasi, keterbatasan fisik, hambatan mental, hambatan usia, hambatan medis, atau kebutuhan khusus (ADHD, Alzheimer, Autis, Cerebral Palsy, Dementia, Down Syndrome, dan lain sebagainya). 

    Daftarkan diri segera di Yogyakarta tanggal 26 - 27 Mei 2017 (awal puasa)
    Hubungi : 0896 5078 0333 – 0822 6159 5979 atau melalui email MTCIndonesia@yahoo.com,
    Klik web : http://www.musictherapycentreindonesia.com

    ReplyDelete

Jadilah Orang yang pertama menulis komentar di Blog ini, dan sempatkanlah untuk mengklik tombol Google+

.comment-content a {display: none;}